St. Petersburg, Rusia — Guru Besar sekaligus Ambassador of Science and Education St Petersburg State University, Rusia, Connie Rahakundini Bakrie, mengirimkan surat terbuka bernada keras dan konstitusional kepada Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, terkait lambannya respons negara dalam penanganan bencana alam di wilayah Sumatra.
Dalam surat yang ditulis dari St. Petersburg tertanggal 18 Desember 2025, Connie menegaskan bahwa penyelamatan nyawa manusia tidak boleh dikalahkan oleh pertimbangan politik, reputasi, maupun kalkulasi masa lalu.
Menurutnya, negara tidak memiliki alasan hukum maupun moral untuk menunda respons kemanusiaan dalam situasi darurat.
“Ketika negara masih mempertimbangkan risiko politik dan implikasi masa lalu, rakyat di lapangan sedang kehilangan hak paling dasar, hak untuk hidup,” tulis Connie.
Ia mengingatkan bahwa Pasal 28A dan Pasal 28I UUD 1945 secara tegas menyatakan hak untuk hidup sebagai hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun, serta menempatkan Presiden sebagai pihak yang bertanggung jawab langsung atas perlindungan hak tersebut.
Connie menyoroti kecenderungan negara yang membedakan penanganan bencana berdasarkan penyebabnya, khususnya ketika bencana berkaitan dengan kerusakan lingkungan.
Padahal, secara hukum dan etika, kata dia, bencana akibat ulah manusia justru menuntut respons yang lebih cepat dan tegas.
Ia menilai bahwa penundaan status darurat, pembatasan bantuan, atau perlambatan akses kemanusiaan dengan dalih kehati-hatian politik merupakan bentuk kelalaian yang dilembagakan, bukan kepemimpinan.
“Akuntabilitas hukum atas kerusakan lingkungan memang wajib ditegakkan. Tetapi penegakan hukum harus datang setelah nyawa rakyat diselamatkan, bukan sebaliknya,” tegasnya.
Dalam surat tersebut, Connie juga menyinggung dimensi global. Ia menilai bahwa dunia internasional saat ini tidak menilai Indonesia dari pernyataan resmi atau pidato negara, melainkan dari realitas di lapangan.
“Setelah 23 hari bencana, dunia melihat ada jarak antara pernyataan negara dan penderitaan rakyat. Di situlah kepercayaan runtuh,” tulisnya.
Ia mengingatkan bahwa sejarah tidak mencatat alasan teknokratis atau kalkulasi politik, melainkan apakah negara hadir atau absen ketika rakyat berada dalam kondisi paling rentan.
“Di titik inilah kepemimpinan nasional diuji—bukan sebagai penjaga citra, tetapi sebagai penjaga kehidupan,” pungkas Connie.
Surat terbuka ini menambah daftar tekanan moral dan konstitusional kepada pemerintah pusat agar segera mengambil langkah tegas, cepat, dan terbuka dalam penanganan bencana di Sumatra, termasuk membuka ruang kemanusiaan seluas-luasnya demi keselamatan rakyat.









