Home / Sosial & Budaya

Sabtu, 6 September 2025 - 18:41 WIB

Perempuan Aceh Bicara Lewat Seni, Foto, dan Lagu

Projek Inong: Perempuan Aceh Bicara Ketidakadilan Lewat Foto, Lukisan, dan Musik. (Foto:Dok/Ist).

Projek Inong: Perempuan Aceh Bicara Ketidakadilan Lewat Foto, Lukisan, dan Musik. (Foto:Dok/Ist).

Banda Aceh – Suara perempuan Aceh kembali bergema, kali ini bukan lewat panggung politik atau ruang sidang, melainkan lewat seni. Dua seniman perempuan, Riska Munawarah dan Arifah Safura, berkolaborasi dalam sebuah kegiatan bertajuk Projek Inong, yang digelar di Banda Aceh, Sabtu (6/9/2025).

‎Kegiatan yang dipandu oleh Pinpin ini menghadirkan pameran foto, lukisan, hingga penampilan musik. Namun lebih dari itu, Projek Inong menjadi ruang untuk membuka luka lama, menyuarakan kegelisahan, sekaligus menegaskan bahwa perempuan Aceh bukan sekadar objek penderita dalam sejarah, melainkan subjek yang memiliki suara kuat.

‎Potret Ketidakadilan Lewat Foto

‎Fotografer Riska Munawarah memamerkan karya yang ia sebut sebagai refleksi dari pengalaman nyata, baik dirinya maupun orang-orang di sekitarnya. Karya-karyanya sederhana, namun sarat makna.

‎Salah satu foto yang paling menarik perhatian menampilkan adegan sehari-hari: seorang ayah makan dengan piring kaca, sementara sang ibu hanya mendapat piring plastik. Bagi sebagian orang, itu tampak sepele. Namun bagi Riska, itu simbol jelas dari ketidakadilan yang sudah mendarah daging.

‎“Banyak yang menganggap ini hal kecil, padahal dari sinilah ketidaksetaraan itu berakar. Perempuan sering dianggap lebih rendah, bahkan di rumah tangga. Foto ini adalah realita yang ingin saya angkat ke permukaan,” ujarnya dengan lantang.

‎Riska berharap karyanya bukan sekadar dipandang indah, melainkan juga mengetuk hati. “Saya ingin ruang-ruang seperti ini terus ada, agar kita bisa berdialog tentang perempuan dan hak-haknya. Aceh membutuhkan lebih banyak percakapan semacam ini,” tambahnya.

‎Luka Lama yang Hidup dalam Lukisan

‎Berbeda dengan Riska, Arifa Safura memilih kanvas sebagai medium untuk menyampaikan suaranya. Ia melakukan riset mendalam tentang kisah masa lalu, khususnya pada masa konflik bersenjata di Aceh. Dari hasil riset dan rekaman cerita, ia kemudian melahirkan lukisan yang penuh emosi.

‎Arifa bercerita tentang dua desa—Cot Keng dan Cubong—yang pada masa konflik hanya menyisakan anak-anak dan para ibu. Para perempuan di sana dipaksa menghadapi kehilangan suami dan ayah mereka, bahkan ada yang sampai mengubur foto keluarga sebagai cara untuk menahan rasa sakit.

‎“Perempuan di desa itu masih menyimpan kemarahan hingga kini. Mereka merasa dilupakan dan tidak dihargai oleh pemerintah, padahal beban terberat justru mereka yang tanggung,” kata Arifah.

‎Dalam lukisannya, Arifah tidak hanya menampilkan warna dan bentuk, tapi juga menyematkan emosi yang kuat. Ia ingin publik melihat bahwa sejarah bukan hanya deretan angka dan peristiwa, tapi juga luka pribadi yang dialami oleh para perempuan.

‎Suara Musik sebagai Perlawanan

‎Suasana semakin syahdu ketika Oni Imelva, pegiat HAM, tampil membawakan Hikayat Prang Sabil. Hikayat itu berkisah tentang semangat perjuangan rakyat Aceh melawan penindasan. Suaranya yang merdu membawa penonton seakan kembali ke masa lampau, ke masa ketika perempuan juga menjadi penopang perjuangan.

‎Oni lalu melanjutkan dengan sebuah lagu karya seniman sekaligus aktivis HAM Oja Valica, dengan judul Atma Jejal. Lagu tersebut mengisahkan nasib perempuan yang sering terjebak dalam kekuasaan yang kotor, di mana suara mereka dipinggirkan dan martabatnya dirusak.

‎Bagi Oni, musik bukan hanya hiburan, melainkan senjata. “Lewat lagu, kita bisa menyampaikan pesan yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Perempuan Aceh sudah terlalu lama diam. Sekarang waktunya kita bicara,” ucapnya penuh semangat.

‎Seni sebagai Ruang Ingatan dan Harapan

‎Projek Inong membuktikan bahwa seni dapat menjadi jembatan antara masa lalu dan masa kini. Melalui foto, lukisan, dan lagu, perempuan Aceh tidak hanya mengenang luka, tapi juga menegaskan harapan akan masa depan yang lebih adil.

‎Bagi Riska, Arifah, dan Oni, karya mereka bukan sekadar ekspresi personal. Itu adalah suara kolektif yang mewakili banyak perempuan Aceh—suara yang sering tidak terdengar, atau sengaja dibungkam.

‎“Perempuan Aceh sudah cukup lama menanggung luka. Melalui seni, setidaknya kita bisa mengingat, melawan, dan menyembuhkan,” tutur Pinpin, sang pemandu acara.

‎Di tengah gemerlap dunia modern dan hiruk-pikuk politik, Projek Inong menjadi pengingat bahwa perjuangan perempuan masih jauh dari selesai. Namun satu hal pasti: suara mereka tidak akan pernah padam.

Baca Juga |  Pesawat C-130J Super Hercules berlanjut Bawa Misi Kemanusiaan untuk Gaza, Take Off dari Lanud Sultan Iskandar Muda

Reporter:

Share :

Baca Juga

Satgas Yonif 112/DJ memberikan pengobatan gratis di Kampung Wondenggobak Papua Tengah

Sosial & Budaya

Satgas Yonif 112/DJ Gelar Pengobatan Gratis di Pedalaman Papua
Prajurit Satgas Yonif 112/DJ membantu warga Papua menata batu untuk tradisi bakar batu di Puncak Jaya

Sosial & Budaya

Satgas Yonif 112/DJ Hadiri Tradisi Bakar Batu di Puncak Jaya
Kapolda Aceh Irjen Pol. Marzuki Ali Basyah mengajak pengusaha warung kopi (warkop) untuk mendukung kamtibmas dengan menyediakan musala bagi pengunjung dan menaati aturan hukum.

Sosial & Budaya

Kapolda Aceh Ajak Warkop Sediakan Mushala untuk Pengunjung
Pangdam Iskandar Muda Mayjen TNI Joko Hadi Susilo melakukan silaturahmi ke Wali Nanggroe Aceh Teungku Malik Mahmud.

Sosial & Budaya

Pangdam IM Joko Hadi Susilo Kunjungi Meuligo Wali Nanggroe
Wakil Gubernur Aceh, H. Fadhlullah, SE., meresmikan berdirinya Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Jannatul Firdaus di Kota Subulussalam

Sosial & Budaya

Wagub Aceh Resmikan STAI Jannatul Firdaus di Subulussalam
Satgas Yonif 112/DJ Gelar Pengobatan Gratis di Papua Tengah

Sosial & Budaya

Satgas Yonif 112/DJ Gelar Pengobatan Gratis di Papua Tengah
Wakil Gubernur Aceh hadiri Maulid Nabi Muhammad SAW di Gampong Meunasah Kayee Jatoe, Pidie.

Sosial & Budaya

Wagub Aceh Hadiri Maulid Nabi di Pidie, Ajak Teladani Rasulullah
Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (KAGAMA) Aceh resmi melantik M. Nasir Syamaun sebagai Ketua KAGAMA Aceh periode 2025

Peristiwa

M. Nasir Syamaun Dilantik Jadi Ketua KAGAMA Aceh 2025